BLOG ORANG GANTENG

Rabu, 17 Maret 2010

Keterampilan Konselor

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Konseling mengemukakan hal-hal yang membebani dirinya mungkin berupa perasaan atau pikiran. Pada umumnya konseli mengatakan bahwa dia memiliki masalah. Namun, bagi konselor apa yang diungkapkan oleh konseli sebagai masalah belum lah dapat dipandang sebagai inti masalah melainkan baru lah sebagai suatu gejala masalah. Dengan menggunakan teknik verbal seperti seperti penerimaan, refleksi pikiran, refleksi perasaan, klarifikasi pikiran, klarifikasi perasaan, konselor membantu konseli untuk lebih menyadari pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang sedang menjadi beban hidupnya.
B. Ruang lingkup
Ruang lingkup dalam pembahasan ini ;
1. keterampilan konselor
2. ketrampilan komunikasi
3. keterampilan diagonstik
4. keterampilan memotifasi
5. keterampilan empati

C. Tujuan
Pembahasan ini bertujuan untuk memahami beberapa keterampilan yang harus dimiliki seorang konselor dalam menangani masalah pada klien.

D. Metode
Metode dalam pembuatan makalah adalah perpustakaan dan Internet


BAB II
PEMBAHASAN

1. Keterampilan Konselor

Gibson dan Mitchell (1995:150) menyebutkan ada empat keterampilan konseling yakni keterampilan komunikasi, keterampilan diagnostik, keterampilan memotivasi dan keterampilan manajemen.

a. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi terdiri atas dua yakni keterampilan komunikasi nonverbal dan keterampilan komunikasi verbal. Gazda, Asbury, Balzer, Childers and Walters dalam Gibson dan Mitchell
membagi keterampilan komunikasi nonverbal atas empat keterampilan yakni perilaku komunikasi nonverbal mengggunakan waktu terdiri atas mengenali waktu dan prioritas waktu; perilaku komunikasi nonverbal menggunakan tubuh terdiri atas kontak mata, mata, kulit, postur tubuh, ekspresi wajah, tangan dan pergerakan lengan, perilaku diri, pengulangan perilaku, sinyal atau aba-aba, menarik perhatian; perilaku komunikasi nonverbal menggunakan media suara terdiri atas nada suara, kecepatan berbicara, kerasnya suara, gaya berbicara; dan perilaku komunikasi nonverbal menggunakan lingkungan terdiri atas pengaturan jarak, pengaturan seting fisik, terkesan mahal berlawanan dengan kesan jorok terdiri atas pakaian yang digunakan dan posisi dalam ruangan konseling.
Keterampilan komunikasi verbal yang penting adalah mendengar, memberi respon balikan dan mengajukan pertanyaan (Gibson & Mitchell,). Mendengar adalah persyaratan komunikasi verbal yang efektif. Cavaugh (Gibson & Mitchell,) menyatakan bahwa “listening is the basis of a counselor’s effectiveness”. Selanjutnya, dengan keefektifan mendengar maka akan dapat dilakukan respon balikan terhadap perilaku, perasaan, perhatian, aksi, ekspresi klien. Dalam mengajukan pertanyaan pun harus digunakan bentuk pertanyaan terbuka yang akan memberikan kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaan, merinci pembicaraan dan memperoleh pemahaman baru.

b. Keterampilan Diagnostik
Keterampilan ini mensyaratkan konselor terampil dalam mendiagnosa dan memahami klien, memperhatikan klien, dan pengaruh lingkungan yang relefan. Konselor harus terampil dalam menggunakan pengukuran psikologi terstandar dan teknik non standar untuk mendiagnosa klien.

c. Keterampilan Memotivasi
Tujuan konseling biasanya untuk membantu perubahan perilaku dan sikap klien. Untuk memenuhi tujuan ini, seorang konselor harus
mempunyai keterampilan memotivasi klien.

d. Keterampilan Manajemen
Yang termasuk keterampilan manajemen adalah perhatian terhadap lingkungan dan pengaturan fisik, pengaturan waktu, mengatur proses membantu klien bahagia, mengatur kontribusi konselor dalam proses konseling, mengenali dan bekerja dalam keprofesionalan seorang konselor. Menentukan poin dan metode mengakhiri konseling, tindak lanjut dan mengevaluasi merupakan tanggung jawab konselor.

2. Keterampilan Berempati
Empati merupakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan kualitas komunikasi antar individu. Empati berarti konselor dapat merasakan secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya. Keterampilan berempati dapat dipelajari. Konselor dapat memahami perasaan-perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya. Sejak kecil manusia telah mengenal emosi-emosi dasar seperti rasa senang/bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik dan takut. Selain terdapat kesamaan antar budaya, cara-cara individu mengekspresikan perasaan-perasaan tersebut juga memiliki keunikan.
Empati merupakan kemampuan untuk memahami pribadi orang lain sebaik dia memahami dirinya sendiri. Tigkah laku empatik merupakan salah satu ketrampilan mendengarkan dengan penuh pemahaman (mendengarkan secara aktif). Seorang konselor hendaknya dapat menerima secara tepat makna dan perasan-perasaan konselinya. Konselor yang empatik mampu ”merayap di bawah kulit konseli dan melihat dunia melalui mata konseli, mampu mendengarkan konseli dengan tanpa prasangka dan tidak menilai (jelek) dan mampu mendengarkan cerita konseli dengan baik. Konselor yang empatik dapat merasakan kepedihan konseli tetapi dia tidak larut terhanyut karenannya. Dengan demikian konselor yang empatik mampu membaca tanda-tanda (isyarat, gesture, mimik) yang menggambarkan keadaan psikologis dan emosi yang sedang dialami orang lain. Orang yang empatik mampu merespon secara tepat kebutuhan-kebutuhan orang lain tanpa kehilangan kendali.
Sebagian individu terampil menhinterpretasikan ekspresi non verbal (ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh) dan pikiran serta perasaan orang lain. Sementara orang lain tidak mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut sehingga tidak mampu menerapkan dirinya dalam diri orang lain, tidak dapat memperkirakan apa yang sedang orang lain rasakan, dan tidak dapat memperkirakan apa yang orang lain senang lakukan. Hal demikian tentu sangat merugikan hubungan personal dengan orang lain. Individu dengan empati yang rendah, cenderung mengulangi pola-pola tingkah laku yang sama yang tidak menyenangkan orang lain, dan cenderung menyamaratakan perasaan dan keinginan orang lain.
Empati berbeda dengan simpati dan antipati. Apati berarti tidak peduli dan tidak melibatkan perasaan atau tidak menaruh minat dan perhatian terhadap seseorang atau beberapa orang. Seseorang yang apati terhadap sesuatu biasanya tidak mau melibatkan diri, dan biasanya memberikan pesan non verbal yang mengisyaratkan ketidakpedulian seperti ”Apa peduliku”, Ah, itu masalahmu, bukan urusanku dan lain sebagainya. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, kita memang perlu bersikap apti untuk orang-orang tertentu. Artinya tidak mungkin kita harus menaruh peduli kepada semua orang yang kita jumpai padahal kita tidak mengenalnya. Akan tetapi jika kita terlalu apatis kita juga akan kehilangan hakekat kemanusiaan kita. Jika apati terjadi pada hubungan-hubungan antar individu yang bermakna maka akan sangat merusak hubungan tersebut.
Simpati adalah suatu keterlibatan emosi yang berlebihan kepada orang lain. Simpati dapat mengurangi kekuatan dan kemandirian konselor (sebagai helper) dimana konselor menjadi tidak mampu memberi bantuan ketika dia sangat dibutuhkan.dan Orang yang simpati kadang kala dikuasai oleh kesedihan orang lain. Ada tendensi yang kuat bahwa simpati mudah tenggelam dalam suasana sentimentil. Sentimentil merupakan pengalaman emosional yang berlebihan yang dialami seseorang. Simpati bisa dikatakan sebagai perasaan untuk (feeling for) orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan empati yang lebih bersifat ”feeling with” (perasaan bersama) orang lain.Empati memiliki tiga komponen penting yaitu
1) Pemahaman yang sensitif dan akurat tentang perasaan-perasaan orang lain sambil tetap menjaga agar dirinya tidak terlena menjadi orang lain
2) Memahami situasi yang memicu perasaan-perasaan tersebut
3) Mengkomunikasikan dengan orang lain dengan cara-cara yang membuat orang lain merasa diterima dan dipahami. Pengkomunikasian sikap-sikap empatik dapat dilakukan melalui verbal tingkah laku non verbal.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gibson dan Mitchell (1995:150) menyebutkan ada empat keterampilan konseling yakni keterampilan komunikasi, keterampilan diagnostik, keterampilan memotivasi dan keterampilan manajemen.
1. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi terdiri atas dua yakni keterampilan komunikasi nonverbal dan keterampilan komunikasi verbal.
2. Keterampilan Diagnostik
Keterampilan ini mensyaratkan konselor terampil dalam mendiagnosa dan memahami klien, memperhatikan klien, dan pengaruh lingkungan yang relefan. Konselor harus terampil dalam menggunakan pengukuran psikologi terstandar dan teknik non standar untuk mendiagnosa klien.
3. Keterampilan Memotivasi
Tujuan konseling biasanya untuk membantu perubahan perilaku dan sikap klien. Untuk memenuhi tujuan ini, seorang konselor harus
mempunyai keterampilan memotivasi klien.
4. Keterampilan Manajemen
Yang termasuk keterampilan manajemen adalah perhatian terhadap lingkungan dan pengaturan fisik, pengaturan waktu, mengatur proses membantu klien bahagia, mengatur kontribusi konselor dalam proses konseling, mengenali dan bekerja dalam keprofesionalan seorang konselor.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan baik dari isi dan cara penulisan. Untuk itu kami sebagai penulis mohon maaf apabila pembaca tidak merasa puas dengan hasil yang kami sajikan, kritik beserta saran juga kami harapkan agar mampu menjadi guru dalam memperbaiki penulian kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar