OLEH: aji
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan
media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar tercipta tranformasi
pengetahuan secara efektif antara guru dan murid. Proses ini berisi
penentuan status awal dari pemahaman
peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang perlakuan yang berbasi media untuk membantu terjadinya
transisi.
Dalam
sejarah Perang Dunia ke II, saat militer Amerika Serikat merasakan adanya
kebutuhan untuk melatih dengan cepat sejumlah besar orang untuk melakukan tugas
teknis yang rumit dalam bidang kemiliteran. Berdasarkan penelitian dan teori
dari B.F Skinner tentang operant conditioning, program pelatihan difokuskan
pada perilaku yang tampak. Tugas dibagi menjadi bagian-bagian dan setiap bagian
tugas diperlukan sebagai tujuan belajar terpisah.
Diasumsikan
bahwa semua siswa akan memperoleh penguasaan kemampuan bila diberik sesempatan
untuk melakukan pengulangan yang cukup
dan umpan balik yang memadai. Setelah
perang usai maka pelatihan semacam itu diulang kembali dalam hal industri dan bisnis, dalam jumlah yang sedang dan
kecil dilaksanakan dalam ruang kelas
primer maupun skunder.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Desain Pembelajaran Dick And Carrey
Penggunaan
model Dick an Carrey dalam pengembangan
suatu mata pelajaran dimaksudkan agar,
1. Pada awal pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan
mampu melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pengajaran.
2. Adanya pertautan antara tiap
komponen khususnya antara strategi pengajaran-pengajaran dan hasil pengajaran yang dikehendaki.
3. Menerapkan langkah-langkah yang
perlu dilakukan dalam melakukan
perencanaan desain pembelajaran.[1]
Model desain pembelajaran ini
memiliki langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi Tujuan Umum Pengajaran
Dick
and Carrey menjelaskan bahwa tujuan pengajaran adalah untuk menentukan apa yang
dapat dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, tujuan
pembelajaran sangat penting dalam proses instruksional atau dalam setiap
kegiatan belajar mengajar, sebab akan memberikan keuntungan kepada siswa :
1. siswa untuk dapat mengatur waktu , dan pemusatan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai.
2. Guru untuk dapat mengatur kegiatan instruksional, metodenya, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Evaluator untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai oleh anak didik.
Menurut pandangan lain dari
Uno hamzah, Miarso, mengemukakan bahwa rumusan pembelajaran yang baik adalah :
1. menggunakan istilah yang operasional
2. berbentuk hasil belajar
3. berbentuk tingkah laku
4. jelas hanya menggunakan satu tingkah laku.
Sementara itu mudoffir mengatakan rumusan pembelajaran yang baik adalah :
1. formulasi dalam bentuk operasional
2. bentuk produk belajar
3. dalam tingkah laku si belajar
4. jelas tingkah laku yang ingin dicapai
5. hanya mengandung satu tujuan belajar
6. tingkat keluasan yang sesuai
7. rumusan kondisi pembelajaran jelas dan cantumkan standar tingkah laku yang diterima.
2.
Melakukan Analisis Pembelajaran
Posisi
analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain pembelajaran merupakan prilaku
prasyarat, sebagai perilaku menurut urutan gerak fisik berlangsung lebih dulu,
perilaku yang menurut psikologis yang muncul lebih dahulu atau secara
cronologis terjadi lebih awal, sehingga analisis ini merupakan acuan dasar dalam
melanjutkan langkah-langkah desain berikutnya.
Dick
and Carrey mengatakan tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasikan perlu
dianalisis untuk mengenali keterampilan-keterampilan bawahan yang mengharuskan
anak didik menguasainya dan langkah-langkah porsedural bawahan yang ada harus
diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu.
Gagne,
Briggs, wager mengatakan tujuan analisis pengajaran adalah untuk menentukan
keterampilan-keterampilan yang akan dijangkau oleh tujuan pembelajaran, serta
untuk memungkinkan membuat peutusan yang diperlukan dalam urutan mengajar.[2]
3. Mengidentifikasi Tingkah laku Masukan dan
Karakteristik Mahasiswa
Hal
ini sangat perlu dilakukan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam
mempreskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang dapat
diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motifasi belajar, gaya belajar,
kemampuan berpikir, minat atau kemampuan awal. Untuk mengungkap kemampuan awal
mereka dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan
dengan materi ajar sesuai panduan kurikulum. Sedangkan untuk minat, gaya
belajar, motifasi belajar dan lain-lain dapat dilakukan dengan tes baku yang telah
dirancang oleh para ahli.
4. Merumuskan Tujuan Performasi
Menurut
Dick dan Carrey (1985) menyatakan bahwa tujuan performansi terdiri atas :
1. Tujuan
harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan, atau diperbuat oleh anak
didik.
2. Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau
keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat.
3. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk
menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
4. Mengembangkan Butir-butir Tes acuan Patokan.
Tes
acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah
patokan yang dideskripsikan dalam suatu perangkap khusus. Istilah patokan
(Criterion) dipergunakan karena soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk
menentukan kelayakan penampilan siswa dalam tujuan, keberhasilan siswa dalam
tes ini menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan khusus yang telah
ditentukan atau belum.
Bagi
seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan,
karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk :
1. Mendiagnosis
dan menempatkannya dalam kurikulum
2. Menceking hasil belajar dan menemukan
kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum
pembelajaran dilanjutkan.
3. Menjadi dokumen kemajuan belajar.
5. Mengembangkan Butir-Butir Tes Acuan Patokan
Bagi
seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan,
karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk :
1. Mendiagnosis dan menempatkannya dalam
kurikulum.
2. Mencekking hasil belajar dan menemukan
kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum
pembelajaran dilanjutkan.
3. Menjadi dokumen kemajuan belajar
Ada tiga macam tes acuan patokan menurut
Dick dan Carrey yaitu :
1. Tes entry behavior, tes yang mengukur
keterampilan sebagai mana adanya pada permulaan pembelajaran.
2. Pretes, tes yang berguna bagi keperluan
tujuan yang telah dirancang sehingga diketahui sejauh mana pengetahuan anak
didik terhadap semua keterampilan yang berada diatas batas.
3. Tes sisipan tes yang melayani dua fungsi
penting yaitu, (a) mengetes setelah satu atau dua tujuan pembelajaran diajarkan
sebelum pascates, (b) untuk mengetes kemajuan anak didik sehingga dapat
dilakukan perbaikan yang dibutuhkan sebelum pascates yang lebih formal.
6. Mengembangkan Strategi Pembelajaran
Dalam
strategi pembelajaran, menjelaskan komponen umum suatu perangkat material
pembelajaran dan mengembangkan materi secara procedural haruslah berdasarkan
karakteristik siswa.
Dick
dan Carrey (1985), mengemukakan bahwa dalam merencakan suatu unit pembelajaran
ada tiga tahap yang perlu dilakukan yaitu :
1. Mengurutkan dan merumpunkan tujuan ke dalam
pembelajaran
2. Merencanakan pra pembelajaran, pengetesan,
dan kegiatan tindak lanjut.
3. Menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi
pembelajaran.
Komponen strategi pembelajaran terdiri
atas :
a. Kegiatan pra-pembelajaran
Penting dilakukan karena dapat memotivasi
anak didik (mahasiswa) untuk mempelajari mata kuliah perencanaan pembelajaran
misalnya. Selain itu mereka juga akan mendapat petunjuk yang sesuai untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Penyalin informasi
Dengan adanya penyajian informasi, anak
didik (siswa atau mahasiswa) akan tahu seberapa jauh material pembelajaran yang
harus mereka pelajari.
c. Peran serta mahasiswa
Anak didik (siswa atau mahasiswa) harus
diberi kesempatan berlatih (terlibat) dalam setiap langkah pembelajaran sesuai
dengan tujuan pembelajaran, apakah itu dalam bentuk Tanya jawab atau pemberian
soal-soal latihan untuk mencapai untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d. Pengetesan
Ada empat macam tes acuan patokan yang
dapat digunakan yaitu : (1) tes tingkah laku, (2) Prates, (3) Tes sisipan, (4)
Pascates.
e. Kegiatan tindak lanjut.
7. Mengembangkan dan Memilih Material
Pembelajaran
Dick
dan Carrey (1985) menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar
untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu :
1. Pengajar merancang bahan pembelajaran
individual, semua tahap pembelajaran dimaksudkan ke dalam bahan, kecuali prates
dan pascates.
2. Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada
agar sesuai dengan strategi pembelajaran.
3. Pengajar tidak memakai bahan, tetapi
menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah
disusunnya.
Kebaikan
dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki dan memperbaharui
pembelajaran bila terjadi perubahan isi. Adapun kerugiannya adalah sebagian
besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi, sehingga sedikit sekali waktu
untuk membantu anak didik.
8. Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Formatif
Evaluasi
formatif adalah salah satu langkah dalam mengembangkan desain pembelajaran yang
berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran.
Menurut
Dick dan Carrey (1985) ada tiga fase pokok penilaian formatif yaitu :
1. Fase perorangan atau fase klinis.
Pada fase ini perancang bekerja dengan
siswa secara perseorangan untuk memperoleh data guna menyempurnakan bahan
pembelajaran.
2. Fase kelompok kecil, yaitu sekelompok siswa
yang terdiri atas delapan atau sepuluh orang yang merupakan wakil cerminan
populasi sasaran mempelajari bahan secara mandiri dan kemudian diuji untuk
memperoleh data yang diperlukan.
3. Fase uji lapangan
9. Merevisi Bahan Pembelajaran
Hal
ini diperlukan untuk menyempurnakan bahan pembelajaran agar lebih menarik,
efektif bila digunakan dalam pembelajaran, sehingga memudahkan dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Dick
dan Carrey mengemukakan ada dua revisi yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1. Revisi terhadap isi dan substansi bahan
pembelajaran agar lebih cermat sebagai alat belajar.
2. Revisi terhadap cara-cara yang dicapai dalam
menggunakan bahan pembelajaran.
10. Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif
Melalui
evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain
pembelajaran dimana dasar keputusan penilaian didasarkan kepada keefektifan dan
efesiensi dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu efaluasi sumatif
diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, yang diperlihatkan
oleh unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan sudah dicapai, efektifitas
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap
berhasil dengan baik.
B. Kriteria Memilih Materi Perencanaan
Pembelajaran
Ada
beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan materi
pembelajaran antara lain :
1. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Berguna untuk menguasai suatu disiplin ilmu.
3. Dianggap berharga bagi manusia dalam
kehidupannya.
4. Sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
Prosedur
dalam pemilihan materi pembelajaran adalah :
1. Prosedur menerima otoritas pada ahli.
2. Prosedur eksperimental.
3. Prosedur ilmiah atau analitik
4. Prosedur consensus
5. Prosedur fungsi social
Kriteria
yang dapat digunakan dalam materi pembelajaran yang dikemukakan oleh Hilda Taba
adalah :
1. materi pembelajaran harus benar
2. materi pembelajaran harus berpegang pada kenyataan social
3. kedalaman dan keluasan materi pembelajaran harus seimbang
4. materi pembelajaran menjangkau tujuan yang jelas
5. materi pembelajaran memiliki kemanfaatan. Materi pembelajaran memiliki
tingkat
kepentingan
6. materi pembelajaran harus memenuhi kebutuhan dan minat siswa
7. materi pembelajaran layak dipelajari.[3]
________________________________
[1]Munadir, Rancangan Sistem Pembelajaran, Dirjen
Pendidikan Tinggi, Jakara 1992 hal.12.
[2]Uno b. hamzah, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta, bumi aksara, 2006 hal:26
[3]Lukmanul Hakim,
perencanaan pembelajaran. Cv.wacana prima, bandung, Hal.116
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan
media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar tercipta tranformasi
pengetahuan secara efektif antara guru dan murid. Proses ini berisi
penentuan status awal dari pemahaman
peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang perlakuan yang berbasi media untuk membantu terjadinya
transisi.
Dalam
sejarah Perang Dunia ke II, saat militer Amerika Serikat merasakan adanya
kebutuhan untuk melatih dengan cepat sejumlah besar orang untuk melakukan tugas
teknis yang rumit dalam bidang kemiliteran. Berdasarkan penelitian dan teori
dari B.F Skinner tentang operant conditioning, program pelatihan difokuskan
pada perilaku yang tampak. Tugas dibagi menjadi bagian-bagian dan setiap bagian
tugas diperlukan sebagai tujuan belajar terpisah.
Diasumsikan
bahwa semua siswa akan memperoleh penguasaan kemampuan bila diberik sesempatan
untuk melakukan pengulangan yang cukup
dan umpan balik yang memadai. Setelah
perang usai maka pelatihan semacam itu diulang kembali dalam hal industri dan bisnis, dalam jumlah yang sedang dan
kecil dilaksanakan dalam ruang kelas
primer maupun skunder.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Desain Pembelajaran Dick And Carrey
Penggunaan
model Dick an Carrey dalam pengembangan
suatu mata pelajaran dimaksudkan agar,
1. Pada awal pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan
mampu melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pengajaran.
2. Adanya pertautan antara tiap
komponen khususnya antara strategi pengajaran-pengajaran dan hasil pengajaran yang dikehendaki.
3. Menerapkan langkah-langkah yang
perlu dilakukan dalam melakukan
perencanaan desain pembelajaran.[1]
Model desain pembelajaran ini
memiliki langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi Tujuan Umum Pengajaran
Dick
and Carrey menjelaskan bahwa tujuan pengajaran adalah untuk menentukan apa yang
dapat dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, tujuan
pembelajaran sangat penting dalam proses instruksional atau dalam setiap
kegiatan belajar mengajar, sebab akan memberikan keuntungan kepada siswa :
1. siswa untuk dapat mengatur waktu , dan pemusatan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai.
2. Guru untuk dapat mengatur kegiatan instruksional, metodenya, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Evaluator untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai oleh anak didik.
Menurut pandangan lain dari
Uno hamzah, Miarso, mengemukakan bahwa rumusan pembelajaran yang baik adalah :
1. menggunakan istilah yang operasional
2. berbentuk hasil belajar
3. berbentuk tingkah laku
4. jelas hanya menggunakan satu tingkah laku.
Sementara itu mudoffir mengatakan rumusan pembelajaran yang baik adalah :
1. formulasi dalam bentuk operasional
2. bentuk produk belajar
3. dalam tingkah laku si belajar
4. jelas tingkah laku yang ingin dicapai
5. hanya mengandung satu tujuan belajar
6. tingkat keluasan yang sesuai
7. rumusan kondisi pembelajaran jelas dan cantumkan standar tingkah laku yang diterima.
2.
Melakukan Analisis Pembelajaran
Posisi
analisis pembelajaran dalam keseluruhan desain pembelajaran merupakan prilaku
prasyarat, sebagai perilaku menurut urutan gerak fisik berlangsung lebih dulu,
perilaku yang menurut psikologis yang muncul lebih dahulu atau secara
cronologis terjadi lebih awal, sehingga analisis ini merupakan acuan dasar dalam
melanjutkan langkah-langkah desain berikutnya.
Dick
and Carrey mengatakan tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasikan perlu
dianalisis untuk mengenali keterampilan-keterampilan bawahan yang mengharuskan
anak didik menguasainya dan langkah-langkah porsedural bawahan yang ada harus
diikuti anak didik untuk dapat belajar tertentu.
Gagne,
Briggs, wager mengatakan tujuan analisis pengajaran adalah untuk menentukan
keterampilan-keterampilan yang akan dijangkau oleh tujuan pembelajaran, serta
untuk memungkinkan membuat peutusan yang diperlukan dalam urutan mengajar.[2]
3. Mengidentifikasi Tingkah laku Masukan dan
Karakteristik Mahasiswa
Hal
ini sangat perlu dilakukan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam
mempreskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang dapat
diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motifasi belajar, gaya belajar,
kemampuan berpikir, minat atau kemampuan awal. Untuk mengungkap kemampuan awal
mereka dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan
dengan materi ajar sesuai panduan kurikulum. Sedangkan untuk minat, gaya
belajar, motifasi belajar dan lain-lain dapat dilakukan dengan tes baku yang telah
dirancang oleh para ahli.
4. Merumuskan Tujuan Performasi
Menurut
Dick dan Carrey (1985) menyatakan bahwa tujuan performansi terdiri atas :
1. Tujuan
harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan, atau diperbuat oleh anak
didik.
2. Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau
keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat.
3. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk
menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
4. Mengembangkan Butir-butir Tes acuan Patokan.
Tes
acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah
patokan yang dideskripsikan dalam suatu perangkap khusus. Istilah patokan
(Criterion) dipergunakan karena soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk
menentukan kelayakan penampilan siswa dalam tujuan, keberhasilan siswa dalam
tes ini menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan khusus yang telah
ditentukan atau belum.
Bagi
seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan,
karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk :
1. Mendiagnosis
dan menempatkannya dalam kurikulum
2. Menceking hasil belajar dan menemukan
kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum
pembelajaran dilanjutkan.
3. Menjadi dokumen kemajuan belajar.
5. Mengembangkan Butir-Butir Tes Acuan Patokan
Bagi
seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan,
karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk :
1. Mendiagnosis dan menempatkannya dalam
kurikulum.
2. Mencekking hasil belajar dan menemukan
kesalahan pengertian, sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum
pembelajaran dilanjutkan.
3. Menjadi dokumen kemajuan belajar
Ada tiga macam tes acuan patokan menurut
Dick dan Carrey yaitu :
1. Tes entry behavior, tes yang mengukur
keterampilan sebagai mana adanya pada permulaan pembelajaran.
2. Pretes, tes yang berguna bagi keperluan
tujuan yang telah dirancang sehingga diketahui sejauh mana pengetahuan anak
didik terhadap semua keterampilan yang berada diatas batas.
3. Tes sisipan tes yang melayani dua fungsi
penting yaitu, (a) mengetes setelah satu atau dua tujuan pembelajaran diajarkan
sebelum pascates, (b) untuk mengetes kemajuan anak didik sehingga dapat
dilakukan perbaikan yang dibutuhkan sebelum pascates yang lebih formal.
6. Mengembangkan Strategi Pembelajaran
Dalam
strategi pembelajaran, menjelaskan komponen umum suatu perangkat material
pembelajaran dan mengembangkan materi secara procedural haruslah berdasarkan
karakteristik siswa.
Dick
dan Carrey (1985), mengemukakan bahwa dalam merencakan suatu unit pembelajaran
ada tiga tahap yang perlu dilakukan yaitu :
1. Mengurutkan dan merumpunkan tujuan ke dalam
pembelajaran
2. Merencanakan pra pembelajaran, pengetesan,
dan kegiatan tindak lanjut.
3. Menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi
pembelajaran.
Komponen strategi pembelajaran terdiri
atas :
a. Kegiatan pra-pembelajaran
Penting dilakukan karena dapat memotivasi
anak didik (mahasiswa) untuk mempelajari mata kuliah perencanaan pembelajaran
misalnya. Selain itu mereka juga akan mendapat petunjuk yang sesuai untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Penyalin informasi
Dengan adanya penyajian informasi, anak
didik (siswa atau mahasiswa) akan tahu seberapa jauh material pembelajaran yang
harus mereka pelajari.
c. Peran serta mahasiswa
Anak didik (siswa atau mahasiswa) harus
diberi kesempatan berlatih (terlibat) dalam setiap langkah pembelajaran sesuai
dengan tujuan pembelajaran, apakah itu dalam bentuk Tanya jawab atau pemberian
soal-soal latihan untuk mencapai untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d. Pengetesan
Ada empat macam tes acuan patokan yang
dapat digunakan yaitu : (1) tes tingkah laku, (2) Prates, (3) Tes sisipan, (4)
Pascates.
e. Kegiatan tindak lanjut.
7. Mengembangkan dan Memilih Material
Pembelajaran
Dick
dan Carrey (1985) menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar
untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran, yaitu :
1. Pengajar merancang bahan pembelajaran
individual, semua tahap pembelajaran dimaksudkan ke dalam bahan, kecuali prates
dan pascates.
2. Pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada
agar sesuai dengan strategi pembelajaran.
3. Pengajar tidak memakai bahan, tetapi
menyampaikan semua pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah
disusunnya.
Kebaikan
dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki dan memperbaharui
pembelajaran bila terjadi perubahan isi. Adapun kerugiannya adalah sebagian
besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi, sehingga sedikit sekali waktu
untuk membantu anak didik.
8. Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Formatif
Evaluasi
formatif adalah salah satu langkah dalam mengembangkan desain pembelajaran yang
berfungsi untuk mengumpulkan data untuk perbaikan pembelajaran.
Menurut
Dick dan Carrey (1985) ada tiga fase pokok penilaian formatif yaitu :
1. Fase perorangan atau fase klinis.
Pada fase ini perancang bekerja dengan
siswa secara perseorangan untuk memperoleh data guna menyempurnakan bahan
pembelajaran.
2. Fase kelompok kecil, yaitu sekelompok siswa
yang terdiri atas delapan atau sepuluh orang yang merupakan wakil cerminan
populasi sasaran mempelajari bahan secara mandiri dan kemudian diuji untuk
memperoleh data yang diperlukan.
3. Fase uji lapangan
9. Merevisi Bahan Pembelajaran
Hal
ini diperlukan untuk menyempurnakan bahan pembelajaran agar lebih menarik,
efektif bila digunakan dalam pembelajaran, sehingga memudahkan dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Dick
dan Carrey mengemukakan ada dua revisi yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1. Revisi terhadap isi dan substansi bahan
pembelajaran agar lebih cermat sebagai alat belajar.
2. Revisi terhadap cara-cara yang dicapai dalam
menggunakan bahan pembelajaran.
10. Mendesain dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif
Melalui
evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain
pembelajaran dimana dasar keputusan penilaian didasarkan kepada keefektifan dan
efesiensi dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu efaluasi sumatif
diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, yang diperlihatkan
oleh unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan sudah dicapai, efektifitas
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap
berhasil dengan baik.
B. Kriteria Memilih Materi Perencanaan
Pembelajaran
Ada
beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan materi
pembelajaran antara lain :
1. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Berguna untuk menguasai suatu disiplin ilmu.
3. Dianggap berharga bagi manusia dalam
kehidupannya.
4. Sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
Prosedur
dalam pemilihan materi pembelajaran adalah :
1. Prosedur menerima otoritas pada ahli.
2. Prosedur eksperimental.
3. Prosedur ilmiah atau analitik
4. Prosedur consensus
5. Prosedur fungsi social
Kriteria
yang dapat digunakan dalam materi pembelajaran yang dikemukakan oleh Hilda Taba
adalah :
1. materi pembelajaran harus benar
2. materi pembelajaran harus berpegang pada kenyataan social
3. kedalaman dan keluasan materi pembelajaran harus seimbang
4. materi pembelajaran menjangkau tujuan yang jelas
5. materi pembelajaran memiliki kemanfaatan. Materi pembelajaran memiliki
tingkat
kepentingan
6. materi pembelajaran harus memenuhi kebutuhan dan minat siswa
7. materi pembelajaran layak dipelajari.[3]
________________________________
[1]Munadir, Rancangan Sistem Pembelajaran, Dirjen
Pendidikan Tinggi, Jakara 1992 hal.12.
[2]Uno b. hamzah, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta, bumi aksara, 2006 hal:26
[3]Lukmanul Hakim,
perencanaan pembelajaran. Cv.wacana prima, bandung, Hal.116
Tidak ada komentar:
Posting Komentar