BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Pendidikan merupakan salah satu penopang sebuah negara. Kita ingat ketika negeri Jepang luluh lantak dibombardir bom atom pada tahun 1945, konon, salah satu hal yang dicari pertama kali adalah seorang guru. Artinya, betapa Jepang sangat membutuhkan tenaga pendidik untuk membangun kembali negaranya. Dengan Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah suatu keniscayaan bagi sebuah negara yang menginginkan pencapaian kemajuan dalam segala bidang.
Tanpa SDM yang mumpuni kemajuan sebuah negara adalah mustahil dan untuk menghasilkan SDM yang mumpuni inilah dibutuhkan sistem pendidikan yang baik.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pendidikan diartikan sebagai perbuatan, (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Menurut Ahmad D Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pemilik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. [1]
Selain itu, pendidikan dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang berorientasi pada pengembangan, pengarahan dan pembentukan kepribadian.
Perkembangan dunia pendidikan tentunya tidak akan terlepas dari sumbangsih para ilmuwan yang mencurahkan segala perhatiannya pada dunia pendidikan ini. Begitu pun yang dilakukan oleh para ulama sebagai yang merasa berkewajiban untuk menyebarluaskan ilmu-Nya. Salah satu ulama besar, filosof, psikolog sekaligus intelektual muslim Ibnu Khaldun adalah salah satunya. Dalam makalah ini pemakalah akan mencoba memberikan sekelumit tentang biografi Ibnu Khaldun yang berimplikasi pada pemikirannya dalam dunia pendidikan. Bagaimana pendidikan dalam pemikiran Ibnu Khaldun? Apa yang menjadi sumbangsih Ibnu Khaldun bagi dunia pendidikan? Apa saja yang mendukung corak pemikiran pendidikan Ibnu Khaldun..
BAB II
PEMBAHASAN
PERBANDINGAN KONSEP PENDIDIKAN IBNU KHALDUN
1. Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkap Ibnu Khaldun yaitu Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar (Toto Suharto: 2006) atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Ia dilahirkan pada 7 Mei 1332 di Tunisia. [2]Ibnu Khaldun menisbatkan nama dirinya kepada Khalid Ibn utsman karena Khalid adalah nenek moyangnya yang pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 masehi. Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki prestasi yang gemilang, beliau sangat mahir dalam menyerap segala pelajaran yang diterimanya. Sejak masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan filsafat, ilmu alam, seni dan kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan dengan bidang kenegaraan, perjalanan dan pengalamannya. Hal inilah salah satu pendorong kemunculan karya fenomenalnya Muqaddama Al Alamat (pengantar fenomenologis) yang lebih dikenal dengan sebutan Muqaddimah (prolegomena) saja.
Pada tahun 1352 Ibnu Kahldun berkelana ke Barat dan menetap di Fez. kemudian beliau pergi ke timur menuju Iskandariah dan Kairo. Disana beliau bertemu dengan Mamluk Sultan Al Zhahir Barquq yang menunjuknya menjadi guru besar fiqh mazhab Maliki dan hakim agung Mesir. Menjelang akhir hayatnya pada 1401, Ibnu Khaldun bertemu dengan Timurlane di luar garis perbatasan Damaskus. Penakluk Mongol tersebut menyambut ilmuwan ini dengan antusias dan mengemukakan minatnya untuk mengangkat Ibnu Khaldun sebagai pejabat pemerintahannya. Ibnu Khaldun sendiri kemudian lebih memilih untuk kembali ke Kairo dan melanjutkan pekerjaanya sebagai qadhi dan penulis hingga akhir hayatnya. Secara sederhana biografi Ibnu Khaldun ini dapat dibagi kepada tiga fase: Fase Pertama, masa pendidikan. Fase Kedua, masa politik praktis. Fase ketiga, masa kepengajaran dan kehakiman.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa tidak cukup seorang guru hanya membekali anak dengan ilmu pengetahuan saja agar mereka menjadi orang yang berilmu pengetahuan yang menambah kemampuannya dalam belajar.
Akan tetapi guru wajib memperbaiki metode dalam penyajian ilmu kepada anak didiknya, dan hal itu tidak akan sempurna kecuali dengan lebih dahulu mempelajari hidup kejiwaananak dan mengerahui tingkat-tingkat kematangannya serta bakat-bakat ilmiyahnya, sehingga ia mampu menerapkan sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Dengan cara demikian maka rterjalinlah hubungan antaraguru dengan anak muridnya. [3]
3. Ibnu Khaldun Tidak Menyetujui Mengajar Dengan Cara Teks Books Corten
Ibnu khaldun menentang metode verbalisme dalam pelajaran, dan menghindari dari hapalan yang tidak memahami sesuatu yang dapat dibuktikan melalui pancaindra dari bahan pelajaran yang di hapalkan anak.
Karena menghafal dengan cara demikian akan menghambat kemampuan memahami, beliau mnghimbau agar guru menggunakan metode ilmiah yang moderen dalam membahas problema ilmu pengetahuan, dalam pendapatnya beliau”… dan cara yang paling gampang dalam menumbuhkan kemampuan memahami ilmu adalah kelancaran berbicara dan diskusi dan pembahasan tentang problema ilmiyah, maka ia akan dapat memahami seluk beluk yang terkandung dalam problema dan dapat memperoleh pengetahuan tentang maksud tujuan sebenarnya.” [4]
4. Pandangan Ibnu Khaldun Terhadap Perkembangan Akal Anak Didik
Beliau menganjurkan agar guru-gtru mempelajari sungguh-sungguh perkembangan akal pikiran muridnya,karena anak pada awal hidupnya belum memiliki kematangan pertumbuhan. [5]
a) Metode Penahapan Dan Pengulangan
Menurut ibnu khaldun mengajar anak-anak/remaja hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip pandangan tahap permulaan pengetahuan adalah bersifat total, kemudian secara bertahap, baru terperinci, sehingga anak didik dapat menerima dan memahami permasalahan pada tiap bagian ilmu yang diajarkan.
b) Menggunakan Sarana Tertentu Untuk Menjabarkan Pelajaran
Ibnun khaldun mendorong guru untuk menggunakan alat-alat peraga, karena pada mula belajar anak didik lemah dalam memahami dan kurang daya pengamatannya. Fungsi alat peraga tersebut untuk membantu menangkap pengethuan yang diajarkan. Karena anak didik bergantung pada pancainderanya dalam proses memahami penyusunan pengalamannya.
c) Tidak Memberikan Prsentasi Yang Rumit Pada Awal Permulaan Belajar
Konsep ini menyarankan agar guru tidak mengajarkan kaidah – kaidah , definisi ilmu pengetahuan pada awal belajar tetapi gunakan contoh-contoh yangsimpel dan mudah dimengerti namun jelas.
d) Harus
konsep ini menyarankan agar guru mengaitkan ilmu pendidikan dengan ilmu lainya, karena memisahkan ilmu satu dan dengan yang lainnya akan menyebebkan kelupaan. Hal ini diperkuat dengan melakukan pengulangan agar tidak terputus-putus dan menyebabkan kelupaan.
e) Tidak Mencampurkan Ilmu Pengetahuan Dalam Satu Waktu
Konsep ini menganjurkan agar guru tidak mengajarkan dua ilmu dalam satu waktu kepada muridnya, karena sebelum memperoleh satu ilmuakan mengakibatkan terpecahnya konsentrasi pikiran dan melepaskan ilmu yang kainnya untuk memahami ilmu yang lain.
f) Sangsi Terhadap Murid Konsep ini menganjurkan agar bersikap kasih saying pada anak dan tidak menggunakan kekerasan terhadap mereka, karena sikap kasar atau kekerasan akan membahayakan jasmani anak. [6]
Dalam bidang pendidikan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan atau ilmu dan mengajar merupakan suatu kemestian dalam membangun masyarakat manusia. Hal ini dapat terlihat pada pandangannya mengenai tujuan pendidikan, yaitu:
1. Memeberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu yang pada gilirannya kematangan individu ini bermanfaat bagi masyarakat.
2. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu manusia agar dapat hidup dengan baik, dalam rangka terwujudnya masyarakat maju dan berbudaya.
3. Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan.
Pernyataan-pernyataan ini mengindikasikan bahwa maksud pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas, terlihat bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya tampak sangat dipengarhi oleh pandangannya terhadap manusia sebagai makhluq yang harus dididik, dalam rangka menjalankan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar tetap hidup bermasyarakat dengan baik.
Aspek-aspek yang dapat mendukung proses pendidikan mulai dari peserta didik, penidik, sarana dan prasarana harus benar-benar diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada jalannya proses pendidikan.
Dalam pada itu hendanya tidak mengabaikan hakikat tujuan pendidikan itu sendiri yaitu berorientasi pada pengembangan, pengarahan dan pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu guru sebagai pendidik diharuskan mampu membaca situasi dan kondisi dalam pembelajaran, mengetahui psikologi anak dana sebagainya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ali al-jumbulati abdul futuf at-tuwaqnisi. Paebandingan Pendidikan Islam.
Nata Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gama Media Pratama.
Suharto Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz
[1] Abudin Nata . 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gama Media Pratama
[2] Toto Suharto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
[3] Ali al-jumbulati abdul futuf at-tuwaqnisi. Perbandingan Pendidikan Islam.
[4] ibid. Ali al-jumbulati abdul futuf at-tuwaqnisi. Hal : 197
[5] ibid. hal: 197
[6] ibid. Hal: 199-209
1 komentar:
menyuruh anak didik untuk menghafal begitu saja tanpa memahami dari apa yang sedang ia hafalkan memang sepertinya kurang memanusiakan anak didik, saya sepakat itu. terkait media pembelajarn, seperti sekarang ini menggunakan media presentasi proyektor saya kira Ibn Khaldun akan sangat setuju,,
Posting Komentar